16 November 2010

BELAJAR BAHASA ARAB

Posted by edkhumaedi 17:46, under | 4 comments



Makna Iedul Adha

Posted by edkhumaedi 16:11, under | No comments

Makna dari Iduladha perlu menjadi teladan bagi umat Islam sekarang karena ada unsur keihlasan dan kesabaran yang dapat dijadikan sebagai bekal untuk mengarungi kehidupan yang penuh gangguan dan tantangan. dalam Idul Kurban atau pelaksanaan ibadah kurban, nilai dan maknanya setidaknya berupa tauhid dan solidaritas kemanusiaan, relevan untuk direfleksikan ulang.
Kesadaran ini menuntut tindak lanjut dan implementasinya secara tulus, tidak boleh dibaikan atau dinafikan oleh kaum muslimin. Komitmen nilai dan makna itu begitu penting, saat ini bangsa Indonesia sedang di uji oleh Allah SWT dengan adanya bencana alam yang beruntun dari banjir banding, Meletusnya gunung Merapi hingga terjadinya Tsunami di mentawai,gempa bumi, banjir, angin puting beliung, tanah longsor, dan sebagainya.

Nilai Tauhid

Petaka dan bencana alam itu tampaknya pula kian lengkap tatkala musibah lain, berupa krisis nilai dan perilaku tidak etis semakin mempersulit kehidupan masyarakat dipamerkan secara pongah oleh elite politik dan pejabat di negeri ini. Menyaksikan begitu dahsyatnya bencana alam dan ketidaksenonohan perilaku penguasa itu dengan dampak kerusakan dan kehancuran yang ditimbulkannya, maka pantas kalau ada yang menyebut Indonesia ini sebagai ìnegeri yang tak putus dirundung malangî. Bagi kaum beriman, ketika berada dalam keadaan kritis dan penuh marabahaya, hati nuraninya akan kembali mengingat Allah SWT. Di samping itu pikiran dan perasaannya akan tergerak untuk membantu saudara-saudara yang tertimpa musibah. Itulah kesadaran tauhid dan solidaritas kemanusiaan yang tumbuh lagi dan semakin kuat karena ada dorongan dan sentuhan yang menggetarkan kalbu.

Dalam moment Idul Kurban ini, kesadaran tauhid dan solidaritas kemanusiaan menjadi bagian dari hikmah dan pelajaran moral untuk kita. Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menjadi teladan terbaik dalam keteguhan tauhid, iman dengan sebenar-benarnya hanya kepada Allah SWT. Perintah menyembelih seorang anak tercinta merupakan ujian nyata dan sangat berat bagi Nabi Ibrahim. Iman seseorang, termasuk nabi sekali pun, kesungguhan dan ketulusannya akan dituntut dengan ujian dan cobaan. Nabi Ibrahim hanya pasrah dan tunduk kepada perintah Allah.

Ibadah kurban yang dilaksanakan oleh umat Islam yang mampu bukan sebagai sesajen atau persembahan untuk dimakan oleh Allah, tetapi sebagai bukti dari ketakwaaan dan kesadaran tauhid. Sedangkan daging hewan kurban itu sendiri adalah untuk dikonsumsi kaum fakir miskin, sahibul kurban, dan umat Islam sekitarnya. Kesadaran tauhid itu mengingatkan diri manusia kepada fitrahnya untuk selalu berpegang teguh kepada agama Allah yang hanif, sebagaimana telah diwariskan oleh Nabi Ibrahim. Di samping itu kesadaran tauhid juga menguatkan kembali argumen keagamaan, manusia tidak mungkin menafikan keberadaan Allah dalam setiap aspek kehidupan. Kendati dengan memaksakan diri, sebagian manusia ada yang mengingkarinya.

Solidaritas Kemanusiaan

Begitu luar biasanya keteguhan tauhid Nabi Ibrahim untuk membebaskan kaumnya dari keyakinan dan perbuatan syirik serta kekuasaan tirani. Karena itu tidak berlebihan jika ajaran tauhid yang menjadi simpul dan substansi risalah para nabi dan rasul, kemudian oleh Nabi Ibrahim dilestarikan dan dilanjutkan hingga kenabian Muhammad SAW, dipuji oleh Allah sebagai suri tauladan yang baik bagi umat manusia. (QS Al-Mumtahanah: 4).

Dalam kondisi kehidupan sekarang yang serbakrisis dan masih penuh dengan berbagai kepercayaan dan perbuatan syirik dan takhayul, maka kesadaran tauhid harus bisa menumbuhkan sikap dan pandangan hidup optimistis dan etos kerja yang selalu ingat dengan Keesaan Allah dan bermakna bagi kemaslahatan hidup manusia. Dalam konteks ini Buya Ahmad Syafii Maarif (2004) mengingatkan, agama atau iman yang berfungsi secara benar pasti akan mendorong pemeluknya untuk berperilaku lurus dan jujur. Orang yang beragama secara serius pasti berani mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah, tidak larut dalam kerancuan sistem nilai.

Sekarang ini kaum beriman dituntut untuk menegakkan tauhid yang bisa membebaskan umat manusia dari belenggu keyakinan, ideologi palsu, ragam penindasan, dan gaya hidup yang tidak sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Begitu juga nilai-nilai sosial kemanusiaan dari tauhid tadi harus bisa diwujudkan untuk membangun kehidupan umat manusia yang bermartabat, adil, makmur, dan maslahat. Sekali lagi, akan bisa dipetik dari `ibrah dan pelajaran moral ibadah kurban.Bagi manusia tauhid, maka keberadaan dirinya harus bisa mencerminkan perumpaman kalimah thayyibah.(QS Ibrahim: 24-25). Manusia tauhid memiliki prinsip hidup, visi, dan orientasi hidup yang jelas dan sahih, yaitu Allah.

Konsekuensinya dalam kehidupan sehari-hari manusia tauhid akan bersikap dan berperilaku sesuai dengan yang diridlai Allah; tidak berbuat kerusakan dan kriminal, tidak melakukan maksiat dan fitnah, tidak korupsi, tidak manipulasi, tidak merusak lingkungan hidup, serta melawan segala sikap dan perbuatan yang bisa melecehkan martabat dan menghancurkan kehidupan manusia. Karena itu ketika ibadah kurban membangunkan kesadaran dan nilai tauhid manusia, maka secara langsung hal itu mengandung pesan dari nilai solidaritas kemanusian. Secara internal nilai-nilai kemanusiaan itu adalah untuk membunuh sifat-sifat kebinatangan pada diri manusia yang ingin menang sendiri, tamak, rakus, dan zalim. Secara eksternal nilai-nilai kemanusiaan itu akan bermuara pada sikap empati dan solider terhadap nasib saudara-saudara dan sesama umat manusia yang sedang ditimpa kesusahan atau bencana.

Nilai-nilai kemanusiaan dan kesadaran tauhid itu pula yang sesungguhnya harus diraih oleh saudara-saudara kita yang menunaikan ibadah haji di Tanah Suci. Ibadah haji pada dasarnya bermakna sebagai napak tilas perjalanan dna pergulatan hidup Nabi Ibrahim dalam membuktikan komitmen tauhid dan semangat kemanusiannya. Solidaritas kemanusiaan merupakan bentuk tauhid sosial yakni dimensi sosial dari tauhid yang dimiliki umat Islam. Dimensi sosial dari tauhid ini menggenapi hubungan vertikal (hablun minal-Lah) yang selalu dijaga, dan merupakan perwujudan dari hubungan horizontal (hablum minan-nas) yang mengejawantahkan nilai-nilai Ketuhanan dalam kehidupan manusia.

Related Posts with Thumbnails